WillyKurniansyah. Tepat pada pekan kedua, 09 & 10 November 2019. Saya melakukan trip kecil-kecilan. Untuk menghilangkan penat dan hiruk piruk perkotaan. Dimulai dari obrolan ringan Kamis malam, 07 November 2019, “Gimana bay Kalianda kayaknya asik nih lusa?” Tanya saya kepada Soib kecil, Bayu Saputra dikediamannya.
Dengan entengnya ia menjawab, “Boleh juga
tuh cuk! Berangkatin!” dengan nada semangat, ia menjawab ajakan saya malam
itu. Lalu, kami membicarakan destinasi wisata yang bakal dikunjungi. Sempat mencari beberapa destinasi wisata di
Kalianda mengenai wisata/spot pantai, karena Kalianda cukup terkenal dengan banyak
pantainya yg indah, bagus serta bersahabat.
Oleh: Willy Kurniansyah |
Setelah Googling, muncul nama Pantai Kedu. Yap, karena Pantai Kedu ini
lokasinya sangat dekat dari pusat kota Kalianda, hanya berkisar 20 menit kita
bisa menyambangi pantai yang indah itu. Bibir pantainya yg sangat panjang dan
juga luas. Pantai Kedu, terkenal dengan
spot yg lain dari pada yg lain, ada sebuah kapal/perahu nelayan yg karam di
bibir Pantai Kedu tersebut.
Para wisatawan sering berfoto atau menjadikan kapal/perahu itu sebagai spot
foto candid mereka, karena objek kapal dan background laut Pantai Kedu yang
membuat perpaduan sangat indah nan juga anti mainstream. Cocok dikunjungi saat
sore hari menjelang matahari terbenam, di ufuk barat.
Tapi, tunggu dulu. Saya awalnya ingin mengunjungi Pantai Kedu ini, dikarena ada
beberapa daftar destinasi yg bakal saya kunjungi nantinya. Pantai Kedu ini
adalah spot terakhir, kemungkinan saat ingin menutup trip hari minggu sore.
Karena spot menikmati sunset disini lumayan lapang dan ciamik sekali.
--
Sabtu pagi, 09/Nov/2019 tepat pukul 10.00 Wib, bayu menyambangi rumah saya
untuk bersiap melakukan perjalanan sederhana pada siang hari, kenapa kami
melakukan perjalanan saat siang hari, karena mencapai kota Kalianda hanya butuh
waktu 60-90 menit dengan menggunakan sepeda motor. Kurang lebih sekitar 50 km dari kota Bandar
Lampung.
Saat dirasa semua sudah siap, kami bergegas memanaskan motor dan mengecek
kondisi motor agar tak ada kendala diperjalanan. Ya, perjalanan sederhana
mengunjungi kota Kalianda ini hanyalah liburan kecil-kecilan aja. Demi
mengurangi beban pikiran agar jadi fresh kembali dikemudian hari, mungkin ini
cara kami, dengan berlibur ke pantai.
Menginjak sabtu siang pukul 12.45 wib, kami menggeber Honda Beat dengan sangat
hati-hati. Mengapa? Tak terduga diperjalanan, bertemu dengan komunitas RX King
yang sedang melakukan Jambore Nasional 2019 tepatnya di PKOR, Way Halim, Bandar
Lampung. Kondisi dijalan saat itu dihiasi dengan motor-motor 2 tak. Kami
menurunkan tuas gas dari 90km/jam ke 60km/jam, demi mengurangi hal-hal yg tidak
diinginkan.
Karena satu jalur tepatnya di Lintas Sumatera dari arah Bakauheni – Bandar
Lampung, hampir dipenuhi pemotor RX King yg kecepatannya kira-kira 100km/jam.
Kami yang motor matic saat itu hanya bisa mengalah, agar
mereka bisa sampai tujuan dengan segera. Terlihat plat Jawa, dan luar kota
lainnya menghiasi Jambore Nasional kala itu, memang sangat ramai sekali.
---
Kami mengambil rute Way Halim – Jl. Radin Inten – Jl. Sudirman – Garuntang –
Panjang dan masuk Jalur Lintas Sumatera arah Bakauheni. Kenapa tidak via By
pass aja? Karena kami ingin lewat kota karena lebih nyaman. Perjalanan yg
dilakukan sangat santai dan tidak buru-buru.
Setelah setengah perjalanan, kami berhenti di
tanjakan Tarahan. Bagi kamu yang belum tau Tanjakan Tarahan, tanjakan yang
lumayan rawan. Banyak sekali cerita ditanjakan ini, mengenai kecelakaan kendaraan
yg sering terjadi. Biasanya truk-truk besar Transformers yg tidak kuat
menanjak, atau rem blong.
Makanya tanjakan ini sangat rawan, apalagi saat sore menjelang petang. Makanya
terdapat tugu atau patung kendaraan rusak terpampang didekat pos polisi. Saat
ini saya bukannya bersifat norak atau apa, saya hanya ingin berfoto saja disana
beberapa menit.
Karena view saat itu terlihat bagus dengan background PantaiSebalang, disertai juga cuaca yg sedang cerah-cerahnya dan bersahabat. Seumur-umur, saya baru berfoto ditempat itu.
Padahal sering melewatinya beberapa kali. Ya, mungkin saya terbilang nekat atau
norak, tapi itu view nya lagi bagus cuk sayang kalo dilewatin.
Sekitar 10 menit kami berfoto ditanjakan Tarahan, kami bergegas melanjutkan
perjalanan kembali. Saat itu jam menunjuk pukul 14.00 wib, siang yg amat terik.
Jalanan yg padat, di temani truk-truk besar dengan julukan transformers dan
komunitas RX King dari penjuru kota.
Tepat pukul 14.40 wib, saya tiba di kota Kalianda,
Lampung Selatan. Saat itu, langsung kemanakah kami? Ya, ke kos-an abangnya Bayu yg berada di
Kalianda. Kebetulan abangnya kos disana dan bekerja di Kalianda dan dia sedang
pulang ke Bandar Lampung. Jadi, kami meminjam kunci kos-an untuk sekadar
singgah 2 hari kedepan.
Lokasi kos-an tidak jauh dari pusat kota, kosan kami berada setelah SMAN 2
Kalianda. Sekitar 8 menit ke Pemda Kalianda, pas samping jalur Lintas. Kami langsung bergegas beristirahat terlebih
dahulu, menyeduh kopi dan menghisap perbatang rokok sebagai teman kami di
perjalanan. Tidak bisa dilepaskan! Sebat dulu…
---
“Cuk jadi piye? Kedu apa Kunjir ni?”
Tanya saya kepada Bayu.
“Basing cuk gua ngikut aja.” Jawab
Bayu.
kata ‘ Basing ‘ bagi yg belum tau, artinya Terserah, itu bahasa khas Lampung. Udah kentel banget disini pengucapannya sehari-hari.
Bayu Saputra ini termasuk soib atau sodara yg sejalur atau se-frame dengan
saya, dia termasuk orang yg tidak
neko-neko, dan gak pance atau bahasa halusnya:
“Ayok aja cuk, kemana lagi
nih minggu depan?”
Jadi, engga banyak bacot gitu. H-1 sebelum trip saya tawarin ke destinasi ini dan langsung jawab,
“Boleh juga tuh, kapan rencana berangkatin cuk?” tanya Bayu.
“ya besok siang lah, 2 hari bisa gak kira-kira?” Jawab saya.
“Berangkat cuk!!” / saya sering memanggil dengan sapaan akrab, cuk.
-
Saat itu, kami masih bimbang dengan tujuan kami, tapi saya jauh-jauh hari sudah
membuat plan sendiri, ingin mengunjungi Desa Wisata Kunjir, Rajabasa, Lampung
Selatan. Saya tertarik mengunjungi Desa Kunjir ini, karena penasaran
dengan perkembangan desa tersebut. Sempat diterjang bencana tsunami Desember
2018 lalu.
Dan lokasi itu pun terkenal dengan pantainya yg indah, katanya. Makanya saya
sangat tertarik mengunjungi pantai yg berada di pesisir tersebut. Berada di Kecamatan Rajabasa, Kalianda,
Lampung Selatan. Sangat lumayan jauh dari pusat kota Kalianda, kurang lebih
21 Kilometer dengan waktu tempuh sekitar 45 menit – 1 jam perjalanan.
Berada dibawah kaki Gunung Rajabasa, beberapa spot di dekat Teluk Lampung ini
juga terdapat banyak pantai atau spot keren juga bray! Mengawali perjalanan
dari pusat kota, melewati Jl. Kusuma Bangsa depan Gedung Pengadilan Agama,
Kalianda. Dan mengikuti jalan itu sampai
ada pertigaan ke kanan masuk Jl. Serma
Ibnu Hasyim, tak lama ada perempatan belok kanan masuk ke Jl. Pesisir, lalu
ikuti saja jalur ini sampai ke Desa Kunjir.
Disamping jl. Pesisir juga, terdapat banyak spot, salah satunya Dermaga Bom.
Lokasi ini menjadi spot untuk masyarakat Kalianda sebagai tempat nongkrong
mereka. Terdapat jajanan atau warung, dan kafe yg saya jumpai disini. Waktu
yang pas mengunjungi Dermaga ini adalah sore ke malam, atau hari weekend bisa
sangat ramai dan asik. Karena suasananya yg syahdu dan juga tenang.
Kembali ke topik, topik saya bundar. Itu topi jingan..
Etdah komeng.
Fix saat itu juga Desa Wisata Kunjir menjadi destinasi kami, dari kos-an pukul
16.00 wib menjelang sore saya berangkat dengan Bayu, mengikuti arahan Google
Maps. Kami memakai Google Maps saat di Jl. Pesisir saja. Setelahnya kami
menikmati perjalanan, yang samping kanan kami adalah pantai-pantai cantik.
Setelah Dermaga Bom, saya juga bakal melewati beberapa pantai yg sudah di kelola, yaitu Pantai Guci Batu Kapal, Pantai Canti, Dermaga Canti, Pantai Setigi Heni, Pantai Banding Resort, Pantai Batu Menyan, Pantai Pemahiyangani, Pantai Wartawan dan Kahai Beach.
Setelah Dermaga Bom, saya juga bakal melewati beberapa pantai yg sudah di kelola, yaitu Pantai Guci Batu Kapal, Pantai Canti, Dermaga Canti, Pantai Setigi Heni, Pantai Banding Resort, Pantai Batu Menyan, Pantai Pemahiyangani, Pantai Wartawan dan Kahai Beach.
Tak lepas dari kegiatan masyarakat di sekitar sini, banyak dari mereka adalah
berasal dari suku Lampung, ada juga dari suku Sunda, dan ada juga suku Jawa yg
saya liat sendiri saat itu. Mereka yg tinggal di daerah pesisir bukan halnya
orang yg tidak tau hiruk piruk perkotaan. Saya lihat dari mereka kalau bermain
pasti ke pusat kota Kalianda.
Suasana disini seperti di daerah Pesawaran, Lampung. Saat saya mengujungi Teluk
Kiluan, suasananya persis seperti itu. Masyarakat di daerah pesisir Kalianda
ini, saya lihat ramah-ramah tidak ada yg jahil saat di perjalanan, masih
terbilang aman lah. Saat orang baru melewati daerahnya, masyarakat sana tahu
betul kalau ada pendatang sedang bermain kesana.
Melihat dari pakaian, dan cara kami melihat sekeliling, tapi mereka melihat
kami seakan mendiskriminasi dengan mempelototi. Saya sudah biasa menjumpai
orang-orang seperti itu. Diperjalanan
kemanapun. Itu hal wajar namanya ada tamu main ke rumah orang ya wajib diamati
dulu.
--
Sepertinya perjalanan kami sangat tidak pas mengunjungi Desa Kunjir, pasalnya
kami tiba disana pukul 17.40 Wib, saat matahari sudah setengahnya hampir turun.
Tapi, masih bisa terlihat penampakan sunset kala itu. Kami tidak telat! Hanya
saja kurang menikmati suasana, karena waktu yg lumayan mepet untuk menikmatinya.
Target saya sampai di desa pukul 17.00 Wib, karena bisa menjelajah dahulu
beberapa titik di daerah situ. Tapi, waktu berkata lain, kami molor beberapa
menit setelahnya, karena terlalu santai menikmati perjalanan berupa
pantai-pantai yg ada di pesisir. Ditambah, Jl. Pesisir sebagian ada yg rusak
dan sedang banyak mobil berlalu lalang menuju Desa Kunjir, jadi waktu kami jadi
terhambat.
Tak apa, sesampainya saya disana langsung membidik momen sunset yang saya cari
itu. Dengan menggunakan smartphone sederhana, saya bidiklah sunset itu yg
berlatar belakang pulau-pulau. Langit saat itu, sangat senja ke orange,
kedatangan kami disambut hangat.
Tak hanya sunsetnya saja, kami juga melihat sekeliling terdapat gajebo,
warung-warung makan dan pohon-pohon kelapa yg menjulang. Seperti halnya di desa
kebanyakan, terdapat masjid dekat bibir pantai. Dan plang bertuliskan “Desa Wisata Kunjir” tersedianya lahan parkir, tapi kami tidak parkir
diarea parkir sedikit menjauh dari situ karena tidak bayar.
Ya, saya lihat desa ini memang terletak dekat dengan Teluk Lampung, saat
pandangan mengarah ke laut, saya melihat Pulau Mengkudu yg tidak jauh dari Desa
Kunjir. Lokasi ini bisa kamu jadikan tempat refreshing sederhana, untuk sekadar
bersantai menikmati suasana desa dan berkumpul dengan keluarga, atau
teman-teman sebaya.
Terdapat juga perahu, seperti jukung atau perahu untuk mengangkut wisatawan.
Kemungkinan, itu digunakan untuk menyebrangi ke Pulau Mengkudu, soalnya spot
Pulau Mengkudu menjadi salah satu destinasi yang pas saat mengunjungi Kunjir.
Bibir pantainya dibatasi dengan bebatuan, bebatuan besar yang tersusun seperti
pemecah ombak. Suasana di desa Kunjir cukup asri, cocok lah buat menenangkan
pikiran atau sekadar mencari inspirasi untuk senin pagi, lusa dan seterusnya.
Lautnya yang tenang, ombaknya yang tidak terlalu tinggi membuat pantai ini
sangat bersahabat.
--
Banyak masyarakat lokal yg mulai melirik dan bertegur sapa dengan saya dan
kawan saya, sekadar bertanya “Darimana
mas?” Tanya warga lokal, “Saya dari
Bandar Lampung mas.” Jawab saya.
Mereka ternyata sangat hangat, memaklumi kedatangan kami dan pendatang lainnya.
Pokoknya disini aman tentram! Biasanya, ada dibeberapa tempat atau wisata yg
orangnya dalam tanda kutip “rese/gupek”. Orang seperti itu mungkin hanya iseng
aja. Ya niat kita kan baik, niat baik pasti akan berbuah baik juga, benul apa
betul? senyum dong, serius amat kayak lagi tes CPNS.
Saya tidak lama berada di Desa ini, tapi kami sempat melihat beberapa lokasi yg
terdampak tsunami, diantaranya Kecamatan Way Muli dan salah satunya Desa
Kunjir. Saya melihat keadaan disini sudah terlihat baik-baik saja, tidak menutup kemungkinan ada warga yg masih trauma
akan musibah saat itu.
Kondisi rumah disini juga sudah terlihat normal kembali, seakan semuanya
baik-baik saja. Tapi, dibeberapa sudut saya melihat bangunan yg roboh, rusak
dan sisa-sisa bangunan masih dibiarkan begitu saja. Ada bangunan yg hanya
tinggal reruntuhanya, ada beberapa juga kayu-kayu atau sisa-sisa yg masih
terlihat dibeberapa sudut desa.
Memang desa ini persis sekali dekat pantai, mungkin sekitar 5-7 meter dari sisi
jalan. Ya, sangat besar kemungkinan dampaknya besar sekali saat itu. Saya cukup
prihatin dan sedih, beberapa puluh atau ratus orang menjadi korban.
Sebetulnya setelah 2 hari musibah tsunami melanda wilayah tersebut, saya ingin
menjadi relawan di desa Kunjir. Tapi, bingung saat itu saya tidak ada rekan
untuk menyambangi lokasi terdampak. Dan kondisi saat itupun masih terbilang sangat
siaga, takut tsunami susulan datang tiba-tiba, tidak bisa diprediksi.
---
Ini atas dari kemauan saya mengunjungi Desa ini, tidak bermaksud “sok peduli atau apaan sih sok keren”
atau sifat orang kan beda-beda bgst. Jadi, have fun aja!
--
Kembali ke..…
kemana ya tadi, oh iya..
Karena waktu kami tidak lama saat berada di desa Kunjir, waktu saat itu sudah
menunjuk pukul 18.20 Wib, sepertinya kami harus segera balik ke kota Kalianda.
Memang kurang puas berada disana, tapi rasa penasaran saya sudah terbayarkan.
Terlebih bisa mengunjungi desa Kunjir ini.
Karena waktu sudah ingin berganti
malam, sebetulnya saya ingin memfoto beberapa rumah disana untuk dokumentasi
blog, atau suasana pantai disana. Tapi, langit sudah terlihat gelap tidak
memungkinkan memfoto situasi dengan smartphone sederhana saya ini.
Mungkin lain waktu saya bisa berkunjung dan menikmati desa ini lagi. Entah
waktunya kapan, yg jelas desa ini keren! Pemandangannya indah, suasananya
sangat tenang. Dan kami juga sempat ingin mengunjungi Pantai Kahai, Kalianda.
Lokasinya yg tidak jauh dari desa Kunjir. Sekitar beberapa Kilometer
setelahnya, karena itu tadi waktu yg tidak memungkinkan untuk kesana, jadi kita
terpaksa putar balik dan kembali ke kota.
Setelah cukup berada disana, kami mengusung plan dadakan saat itu. Ya, ingin
mampir ke suatu spot pinggir pantai juga di dekat kota Kalianda. Salah satunya
yaitu, Dermaga Bom. Dermaga Bom, yg saya tau iyalah seperti dermaga biasa.
Dermaga yg biasa menampung para nelayan yg pulang melaut. Terdapat banyak perahu
terparkir, jajanan, warung makan, terdapat juga kafe terdapat juga wahana main
anak persis seperti pasar malam, tapi dipinggir laut.
Dirasa saat itu memang menjadi waktu yg tepat mengunjungi Dermaga bom, saat
menjelang malam dan juga weekend. Kami dijanjikan ibu kos untuk kembali ke
kosan pukul 20.30 Wib. Dan kami melakukan perjalanan balik dari desa pukul 18.30
Wib.
Tapi, kami berencana mampir ke Dermaga Bom dahulu, sesampainya di dermaga pukul
19.20 Wib.
Karena ingin sekadar jajan di area dermaga, spot yg saya bahas tadi. Cocok
sekali untuk sekadar bermalam minggu didekat pantai, dan kami sempat menikmati
Mie Ayam Bakso sini yg harganya lumayan murah, hanya Rp.10.000,- perut sudah
kenyang, porsi nendang, ayam suirnya top global. Cocok betul menikmati Mie Ayam
sambil di temani angin pantai dan alunan music di sini, sebagai penutup
perjalanan kami hari itu.
Saya sangat tidak terbiasa dengan angin pantai saat malam hari, maka dari itu
saya tidak lama berada di dermaga. Selesai makan, kami seperti biasa sebat
duls! Ora udud paru-paru ora udud, ora smile maksudnya. Sorry galucu bukan
pelawak, saya mah cuma obeng kembang.
Saat itu, menjelang pukul 20.30 Wib kami harus sampai kos-an, karena kalau
tidak kami bisa tidur diluar. Karena gerbang kos-an dikunci pukul 20.30 malam.
Kami lalu balik dan sampai kos pukul 20.12 Wib, dan beristirahat untuk melanjutkan
destinasi kami berikutnya, esok hari.
--
Sedikit tentang cerita perjalanan kami hari itu, mungkin bagi saya ini sangat
berharga. Karena momen itu sangat sulit dicari, jadi saya sangat menghargai
hari ini. Terimakasih untuk hari ini, untuk desa Kunjir dan sekitarnya. Saya
tidak kaget tentang wilayah Kalianda yg mempunyai suasana dan tempat sekeren
ini. Bukan hanya keren, tapi masyarakatnya yg mampu tersenyum kembali.
Hanya sebuah perjalanan sederhana, tidak muluk-muluk hanya ingin merefresh
pikiran saja. Bukan tentang mahal dan murahnya objek wisata, tapi seberapa
pantasnya kita tetap menjaga keindahannya. Ceritamu ya ceritamu, ceritaku ya
ceritaku. Saya hanya menuangkan digelas kosong, untuk saya bagi kepada kalian.
Mungkin ini tidak terlalu penting bagi kamu, tapi sesungguhnya saya hanya ingin
berbagi tentang cerita apapun itu. Semoga kamu dapat memahami perjalanan kami,
dan kalau suatu saat ingin berjalan bersama, bisa kontak saya dan kita trip
bareng. Okesiap!
Untuk saat ini, saya hanya ingin menjelejah daerah Lampung bagian bawah dulu.
Ya, saya sebenernya mempunyai planning besar ingin mengunjungi wilayah Pesisir
Barat, Lampung. Tapi, belum tau kapan, intinya saya ingin menulis tentang
destinasi yg berada diwilayah itu nantinya. Semoga terwujud!
Lalu, apa yg bisa diambil dari perjalanan menuju desa Kunjir ini? Ya, gaboleh
ngambil apa-apa bray dan jangan buang sampah sembarangan pokok’e.
“Ingat,
dilarang mengambil apapun kecuali gambar.” Iya itu salah satunya. Tapi, Maksudnya makna
dari perjalanan ini opo? / “Owalaah. iya”
Iya, jadi setiap perjalanan itu mempunyai cerita/historinya sendiri. Kemanapun
kamu, cerita itu kamu yang menciptakan, dan hari itu kamu yg jalani. Ada orang yg berkunjung ke Bali dengan
destinasi yg sama tapi berbeda saat ia di ceritakan oleh temannya, ya karena
cara orang menikmati perjalanan itu berbeda-beda bray, jadi jangan heran. Have
fun aja udah!
Saat kamu penasaran dengan suatu tempat, tanpa belum mengunjunginya. Ibarat,
hanya mimpi atau angan-angan saja. Buat plan sebanyak mungkin, walau akhirnya
plan tersebut berbeda jalur atau destinasi nantinya. Karena itu hanya planning,
kamu bisa merencanakan, tapi Allah yg berkehendak. *dan juga isi dompetmu itu..
Hiyaaa
Bagi kamu yg ingin mengunjungi Lampung dan berada diluar pulau, bisa baca skema
budget yg bakal kamu keluarkan saat mengunjungi Lampung. Saya menulis karena
sesuai dengan pengalaman saya tinggal di Karawang saat itu.
Linknya disini: Mengunjungi Lampung dengan Budget 100 ribu!
Terimakasih, semoga bermanfaat ya!
Mohon maaf kalau ada informasi yg salah atau tulisan yg kurang tepat bisa balas
di kolom komentar ya bray, nanti akan saya sunting.
Jangan lupa share ke media social kamu. Jangan lupa sertakan hastag
#LampungGehYay
Baca juga perjalanan saya berikutnya.
*Sedang dalam penulisan.
*Sedang dalam penulisan.
Vol. 2, pada minggu siang, 10/November/2019, yaitu Pantai Tapak Kera, Kalianda.
Alasan
saya tidak jadi mengunjungi Pantai Kedu.
#LampungGehYay #DesaWisataKunjir
0 Comments